BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap daerah memiliki sumber daya
yang dapat dikembangkan untuk kemajuan derah bersangkutan. Daerah Bali juga
memiliki sumber daya yang dapat dikembangkan, diantaranya yang terkenal adalah
sumberdaya dibidang pariwisata. Disamping sumber daya dibidang pariwisata Bali memiliki
sumber daya lain yang mendukung seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan
industri kerajinan. Semua sumber daya yang dimiliki akan dapat dikembangkan
jika dikelola secara baik dan benar oleh sumber daya manusia yang memadai.
Belakangan ini masyarakat Bali lebih banyak berkecimpung dalam dunia industri
dan pariwisata, hal ini disebabkan oleh karena kedua sektor ini dapat
menjanjikan hasil yang lebih dibandingkan bekerja disektor lain apa lagi bekerja
di sektor pertanian.
Bekerja pada sektor pertanian saat ini
memang kurang diminati oleh masyarakat, baik oleh orang-orang tua maupun oleh
generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari keinginan para orang tua untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dengan mengambil jurusan diluar
pertanian atau pun peternakan. Mereka lebih memilihkan anak-anaknya untuk
mencari jurursan pariwisata, kesehatan, ekonomi, dan yang lainnya yang
berhubungan dengan pemerintahan. Para orang tua menginginkan anak-anaknya nanti
menjadi seorang dokter, polisi, perawat, bidan, hakim, dan pekerjaan-pekerjaan
lain yang tidak berhubungan dengan pertanian. Inilah beberapa bukti yang
menggambarkan bahwa pekerjaan di bidang pertanian kurang diminati oleh
masayarakat.
Kurang berkembangnya sektor pertanian
di Bali, disamping disebabkan oleh keinginan masyarakat untuk memilih sektor
pertanian sebagai lapangan pekerjaan juga disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya lahan pertanian, sumber daya petani, subsidi untuk petani, bencana
alam, dan yang paling krusial adalah gangguan gulma dan hama. Faktor lahan
pertanian yang semakin hari semakin menyempit menyebabkan para petani tidak
maksimal untuk bekrja di sawah, apa lagi kalau sawah yang mereka garap bukan
milik sendiri. Sehingga muncul keinginan untuk mencari penghasilan tambahan
bekerja pada sektor yang lain, misalnya sebagai buruh bangunan, atau sebagai
buruh di pasar. Menyempitnya lahan pertanian juga disebabkan oleh berkembangnya
jumlah penduduk sehingga lahan pertanian digunakan sebagai tempat tinggal dan
tempat usaha.
Sumber daya petani juga merupakan
salah satu factor yang menyebabkan sektor pertanian tidak tumbuh dan
berkembang. Kemampuan petani untuk mengelola lahan yang masih tradisonal akan
menyebabkan pengolahan lahan tidak efektif dan efesien. Demikian juga kemampuan
petani dalam mengkaitkan sektor pertania dengan sektro lain seperti perkebunan,
industri, dan pariwisata masih sangat terbatas. Para petani hanya bertahan pada
satu jenis tanaman saja misalnya padi. Petani enggan untuk menanm tanaman lain
selain padi, walau pun dapat meningkatkan pendapatan mereka. Alasannya mereka
tidak mau sibuk dan belajar untuk mengelola tanaman lain yang akan menyebabkan
mereka mengalami kerugian.
Subsidi dari pemerintah untuk petani
dalam bentuk pupuk atau pun obat-obatan untuk pertanian saat ini dirasa masih
kurang oleh para petani dibandingkan subsidi pemerintah terhadap sektor-sektor
lainnya, misalnya subsidi bahan bakar mentah (BBM), atau pun subsidi dalam
bidang pendidikan. Disamping subsidi yang kurang, juga masalah bencana alam
menyebabkan orang enggan untuk bertani. Para petani menginginkan jika lahan
pertanian mereka kena bencana alam misalnya banjir agar pemerintah memberikan
ganti rugi, tetapi sampai saat ini pemerintah tidak bisa memperhitungkan besar
subsidi tersebut.
Faktor hama dan gulma merupakan factor
yang paling berpengaruh dalam keberhasilan pertanian. Petani sering mengeluh
dan cepat prustasi jika tanaman pertanian mereka diserang oleh gulma maupun
oleh hama. Obat-obatan dalam bentuk zat
kimia yang dikemas dalam fungisida dan pestisida seolah-olah berpacu dengan
hama dan gulma. Sebuah fungisida pada musim tanam tahun lalu mampu digunakan
untuk membasmi fungi, tetapi pada musim tanam berikutnya gulma pengganggu tanaman
pertanian sudah tidak mempan lagi dengan dosis seperti yang tertera pada
kemasan. Demikian juga halnya dengan pestisida, pada musim tanam tahun lalu
salah satu jenis hama dapat dibasmi dengan pestisida tertentu dengan dosis
seperti yang tertulis pada kemasan, tetapi pada tahun berikutnya hama sudah
kebal dengan dosis yang tertera pada kemasan, sehingga petani harus menambah-
menambah dan terus menambah dosis pemakaian obat-obatan zat kimia untuk
membasmi hama. Dengan naiknya volume dosis obat yang digunakan secara langsung
akan berpengaruh terhadap harga obat-obatan yang harus dibiayai oleh petani.
Belum lagi hasil pertanian yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya obat,
apalagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah factor yang menyebabkan
pekerjaan sebagai petani tidak lagi diminati oleh masyarakat.
Pemakaian obat-obatan untuk
menanggulangi gulma dan hama sebenarnya tidak perlu dilakukan secara
berlebihan, jika dilakukan pemutusan gangguan hama secara terpadu. Secara
fisika pemutusan gangguan hama dapat dilakukan dengan mengganggu komunikasi antar
hama. Pemutusan gangguan hama tersebut dapat dilakukan dengan memasang
baling-baling kayu dan sunari diareal persawahan ketika tanaman padi mulai
berbunga. Suara baling-baling yang ditiup angin mirip seperti suara ular,
sehingga akan menyebabkan tikus ketakutan untuk dekat dengan tanaman padi yang
disekitarnya ada suara baling-baling. Demikian juga suara sunari yang ditiup
angin kencang mirip seperti suara lebah yang jumlahnya beribu-ribu ini akan membuat
belalang dan burung takut untuk mendekati tanaman padi yang disekitarnya ada
baling-baling. Dipasaran memang sudah diperjual belikan alat elektronik untuk
mengusir tikus, akan tetapi alat tersebut tidak efektif untuk digunakan diareal
pertanian karena harus menghubungkan dengan sumber arus listrik. Alat tersebut
juga tidak tahan jika terkena air sehingga akan mudah rusak.
Bertolak dari uraian di atas, terutama
dalam hal menanggulangi hama dengan menggunakan teknik suara maka melalui
penelitian ini diupayakan pemecahannya dengan penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan
Suara Baling-Baling Kayu untuk Mengusir Tikus”.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian
ini dapat dirumuskan permasalahan seperti berikut.
- Apakah suara
baling-baling kayu dapat dimanfaatkan untuk mengusir tikus?
- Bagaimanakah
cara pemasangan baling-baling kayu agar tikus tidak berani mendekati tanaman
padi?
- Bagaimanakah
reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling kayu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah seperti berikut.
- Untuk dapat
memanfaatkan suara baling-baling kayu untuk mengusir tikus.
- Untuk
mengetahui cara pemasangan baling-baling agar tikus tidak berani mendekati
tanaman padi.
- Untuk
mengetahui reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan masukan dan informasi dalam upaya menanggulangi hama tikus. Secara
praktis manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Manfaat bagi
para petani, adalah para petani dapat memanfaatkan baling-baling kayu
untuk mengusir hama tikus dari areal persawahan.
- Manfaat bagi
siswa, adalah para siswa dapat belajar menerapkan teknologi sederhana
untuk membantu masyarakat khususnya petani dalam mengusir hama tikus.
- Manfaat bagi
pemerintah, adalah agar pemerintah senatiasa memberikan penyuluhan kepada
para petani agar membatasi penggunaan zat-zat kimia dalam memberantas
hama, melainkan lebih menekankan pada penggunaan alat-alat mekanik
sederhan seperti baling-baling kayu.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Hama Tanaman
Hama adalah organisme yang
dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia.
Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini
paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan
juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau
menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Hama dan penyakit
tanaman sangat beragam, di samping faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan
musim) yang sangat memepengaruhi terhadap produksi pertanian (Zuliyanti, 2007).
Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit
bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang
membawa berbagai wabah,
atau nyamuk yang
menjadi vektor malaria.
Pengendalian
hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang
disebut hama karena
dianggap mengganggu kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pengendalian
hama berumur setidaknya sama dengan pertanian, lantaran petani
perlu mempertahankan tanamannya dari serangan hama. Untuk memaksimalkan hasil
produksi, tanaman perlu dilindungi dari tanaman dan hewan pengganggu. (www.wikipedia.com)
2.2
Pemangsa dan Predator
Secara harfiah, predator dapat dikatakan sebagai pemangsa. Namun, dalam
hubungannya dengan jaring-jaring makanan predator merupakan konsumen tingkat-2
sampai tingkat selanjutnya yang memangsa tingkat yang lebih kecil. Jadi,
predator dapat dikatakan sebagai binatang atau organisme yang memakan binatang
atau organisme lainnya untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara
berulang-ulang.
Keberadaan
predator dalam suatu ekosistem mutlak dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
lingkungan yang ada. Penggunaan pestisida yang berlebihan, berspektrum
luas dan tidak selektif disertai tehnik budidaya yang kurang baik akan
berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem, karena tidak hanya hama saja
melainkan semua pemangsanya pun turut musnah. Dan bila terjadi ledakan populasi
hama yang baru, jumlah predator yang ada tidak mencukupi sehingga pengendalian
biologis tidak akan efektif (www.tanindo.com).
2.3
Gelombang Suara
Suara
adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda atau
getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah
secara kontinyu terhadap waktu. Suara dihasilkan oleh getaran suatu benda.
Selama bergetar, perbedaan tekanan terjadi di udara sekitarnya. Pola osilasi
yang terjadi dinamakan sebagai “gelombang”. (http://lecturer.ukdw.ac.id/)
Suara
berkaitan erat dengan: frekuensi, banyaknya periode dalam 1 detik, satuan : Hertz
(Hz) atau cycles per second (cps), panjang gelombang suara
(wavelength) dirumuskan = c/f, dimana c = kecepatan rambat bunyi, f =
frekuensi. Amplitudo, keras lemahnya bunyi atau tinggi rendahnya gelombang,
satuan amplitudo adalah decibel (db). Velocity, kecepatan perambatan gelombang
bunyi sampai ke telinga pendengar, satuan yang digunakan : m/s. (http://lecturer.ukdw.ac.id/)
Frekuensi suara yang bisa didengar
oleh binatang sebenarnya adalah bermacam-macam tergantung dari jenis binatang
itu sendiri. Ada yang mendekati dengan batas frekuensi yang bisa didengar oleh
manusia dan ada juga yang jauh diatas frekuensi pendengaran manusia.
Berdasarkan range frekuensi, gelombang suara dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
macam yaitu :
- Infrasonic
(1 Hz sd 20 Hz)
- Acoustic
(20 Hz sd 20.000 Hz)
- Ultrasonic
( > 20.000 H)
(Sri Handayani. 2009:190)
(Gambar 2.1: Rentang Frekuensi)
Berikut beberapa contoh hewan dengan
batas frekuensi yang bisa didengarnya :
1. Frekuensi
Yang Bisa Didengar Kelelawar
Kelelawar merupakan hewan yang bisa
terbang dalam kegelapan. Mereka tidak menggunakan mata untuk melihat dalam
gelap melainkan dengan menggunakan suara dengan frekuensi tinggi atau yang
lebih dikenal sebagai gelombang ultrasonic. Ketika terbang kelelawar
memancarkan gelombang ultrasonic yang kemudian gelombang tersebut akan diterima
kembali oleh kelelawar setelah dipantulkan kembali oleh benda atau dinding yang
berada dihadapannya. Dengan merasakan lamanya jeda waktu antara pengiriman
gelombang dengan penerimaan maka kelelawar dapat menentukan seberapa jauh jarak
tubuhnya dengan benda tersebut, itu sebabnya mereka tidak akan menabrak dinding
atau benda dihadapan mereka walaupun dalam keadaan gelap sekalipun. Teori ini
sekarang sudah dimanfaatkan oleh manusia untuk mengukur jarak suatu benda,
seperti pada pengukuran jarak kedalaman laut dan pendeteksi dinding penghalang
pada aplikasi robot. Batas frekuensi yang bisa didengar oleh kelelawar adalah
3.000 HZ sd 120.000 Hz, dimana frekuensi ini jauh diatas frekuensi suara yang
bisa didengar oleh manusia yakni 20 Hz sd 20.000 Hz.
2. Frekuensi Yang Bisa Didengar Kucing
Kucing merupakan binatang karnivora
yang sering dijadikan sebagai binatang peliharaan. Binatang yang satu ini juga
bisa mendengar suara dengan frekuensi diatas pendengaran manusia yaitu 100 Hz
sd 60.000 Hz.
3. Frekuensi Yang Bisa Didengar Gajah
Gajah merupakan binatang herbivora
yang berutubuh besar dan bisa mendengarkan suara dengan frekuensi infrasonic
atau suara dengan frekuensi dibawah frekuensi pendengaran manusia. Batas
frekuensi yang bisa didengar oleh gajah adalah 1 Hz sd 20.000 Hz.
4. Frekuensi Yang Bisa Didengar Tikus
Tikus merupakan salah satu binatang
yang banyak merugikan dibandingkan menguntungkan manusia. Hewan ini disimbolkan
untuk para koruptor yang kerjaannya suka mencuri hak orang lain. Batas
frekuensi yang bisa didengar oleh tikus adalah 1.000 Hz sd 100.000 Hz. Dengan
memanfaatkan gelombang ultrasonic kita dapat mengusir binatang ini dari rumah
kita.
5. Frekuensi Yang Bisa Didengar Anjing
Anjing merupakan binatang yang sering digunakan
sebagai penjaga keamanan dan sebagai pelacak jejak karena mempunyai penciuman
yang sangat tajam. Hewan ini juga bisa mendengarkan suara dengan frekuensi di
atas frekuensi pendengaran manusia. Anjing bisa mendengar suara dengan
frekuensi hingga 40.000 Hz.
6. Frekuensi Yang Bisa Didengar
Lumba-lumba
Lumba-lumba merupakan binatang yang
banyak disenangi kebanyakan orang dikarenakan mereka sangat pintar dan bisa
bersahabat dengan manusia dibanding dengan binatang air lainnya. Lumba-lumba
bisa mendengar suara dengan frekuensi hingga 100.000 Hz, dan mereka menggunakan
gelombang ultrasonic sebagai media komunikasi antara satu dengan lainnya.
7. Frekuensi Yang Bisa Didengar Belalang
Binatang satu ini merupakan biantang
yang sering saya kejar-kejar di sawah pada waktu saya masih anak-anak. Karena
memang waktu kecil saya banyak menghabiskan keseharian saya dengan aktivitas
alam. Binatang ini juga ternyata bisa mendengarkan suara dengan frekuensi
diatas frekuensi pendengaran manusia yaitu hingga 50.000 Hz.
2.4 Baling-Baling Kayu
Baling-baling kayu adalah permainan tradisional yang sekarang
masih dapat kita temui di kampung kampung. Ciri khas baling-baling ini adalah menggunakan bahan-bahan yang di
dapat dari alam sekitar, seperti bambu atau kayu. Dilihat dari bentuknya
baling-baling ini berbentuk "T". bagian horisontalnya akan berputa
jika tertiup angin dan bisa mengeluarkan suara seperti degungan ribuan tawon
kalau angin cukup besar. Semakin kencang anginya, semakin kencang pula putaran
dan suara yang dihasilkan baling-baling. "Ada kepuasan batin, jika baling-baling
kita berputar dengan cepat dan menghasilkan suara yang cukup keras".
Dibalik suara baling-baling yang keras
dan dapat memuaskan batin tersebut, ada tersembunyi suatu manfaat yang sangat
besar bagi petani. Baling-baling yang berputar karena tiupan angin akan
menghasilkan suara seperti suara desisan ular. Seperti yang telah kita ketahui
bersama dalam rantai makanan bahwa padi dimakan oleh tikus, kemudian tikus dimakan
oleh ular. Berinjak dari hal tersebut kita sudah dapat memprediksi bahwa tikus
akan ketakutan jika melihat ular, dan tikus akan lari tunggang langgang jika
mendengar suar desisan ular.
Suara desisan yang dikeluarkan oleh
baling-baling ketika ditiup angin kalau dilihat dari ukuran frekuensinya
memiliki frekuensi 1.000 Hz sd 100.000 Hz. Ukuran frekuensi ini sama dengan
ukuran frekuensi bunyi yang bisa didengar oleh tikus. Tikus akan mendengar
desisan suara baling-baling jika tertiup angin, dan suara desisan baling-baling
tidak akan terdengar jika tidak tertiup angin. Kejadian seperti ini akan
memperkuat dugaan tikus bahwa itu memang suara ular, karena suara tersebut
tidak didengar secara terus-menerus melainkan hanya sewaktu-waktu ibaratkan
seperti ular yang tidak terus menerus lewat ditempat tersebut sambil mengeluarkan
suara. Suara baling-baling ini akan lebih efektif digunakan untuk mengusir
tikus jika didukung oleh petani dengan tidak membunuh ular sawah, bahkan bila
perlu petani harus menjaga kelangsungan hidup ular sawah.
Kelebihan baling-baling kayu
dibandingkan alat elektronik maupun racun tikus yang diperjual belikan
dipasaran adalah sebagai berikut.
- Harganya
murah, karena bahan-bahannya didapat dari alam sekitar dan tidak berbahaya
bagi siapa pun.
- Praktis,
ringan dan sangat portable, mudah dan aman ditaruh disawah.
- Hemat
energi, karena yang digunakan menggerakan baling-baling adalah energi
angin.
- healthy
atau sangat sehat, karena tikus tidak mati di persawahan atau busuk,
tetapi justru tikus menjauh/pergi dari sawah dan tidak berani kembali
lagi. Coba anda bandingkan dengan racun tikus yang sangat berbahaya dan
tikus yg terkena racun bisa mati dimana saja bahkan sering membusuk, di
tempat yang sulit di jangkau, yang akhirnya menjadi sarang penyakit.
- Tidak
memustus rantai makanan jika dibandingkan dengan membasmi tikus dengan
menggunakan racun tikus.
- Baling-baling
kayu tidak mengeluarkan suara secara terus menerus seperti alat elektronik
pengusir tikus, hal ini tidak akan menyebabkan tikus menjadi kebal dari
suara suara baling-baling.
Cara penggunaan baling-baling kayu.
1.
Letakan baling-baling kayu di punduk-punduk
diantara tanaman padi.
2.
Atur jarak baling-baling kayu yang satu
dengan yang lainnya hingga berjarak antara 50 meter sampai dengan 60 meter.
3.
Gunakan baling-baling kayu ketika tanaman
padi sudah mulai berbunga.
4.
Hentikan penggunaan baling-baling kayu ketika
sudah memasuki musim panen.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian
yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian deskriptif bertujuan untuk
mengetahui gambaran pemanfaatan baling-baling kayu untuk mengusir tikus.
Penelitian ini direncanakan dalam waktu empat minggu. Dalam penelitian ini
dibuatkan kontrol, yaitu areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling
kayu.
3.2
Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di areal persawahan subak Desa Saraseda Tampaksiring, yang
lokasinya dekat dengan SMA Negeri 1 Tampaksiring. Yang menjadi subjek dalam penelitian
ini adalah baling-baling kayu, dan objek dari penelitian ini adalah tikus yang
menjadi hama di persawahan.
3.3 Teknik
Pengambilan Data
Teknik yang
dipakai dalam pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
eksperimen, observasi, dan wawancara.
3.3.1 Teknik
Eksperimen
Kegiatan
eksperimen dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dalam
membuat baling-baling kayu dan memasang baling-baling tersebut dipersawahan
milik petani. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati kondisi baling-baling kayu
setelah ditiup angin, serta mendengarkan suara yang dihasilkan oleh
baling-baling kayu tersebut.
3.3.2
Teknik Observasi
Teknik observasi
dalam penelitian ini
adalah kegiatan mengamati tingkat kerusakan tanaman padi yang disebabkan oleh tikus
sebelum dipasang baling-baling kayu dan setelah di pasang baling-baling kayu.
Selain mengamati tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus juga mengamati
sisa-sisa kulit padi bekas gigitan tikus. Kegiatan observasi juga dilakukan
pada tanaman padi yang tidak dipasangi baling-baling kayu yang jaraknya kurang
lebih 500 meter dari areal tanaman padi yang dipasangi baling-baling kayu.
3.3.2 Teknik
Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah kegiatan
menggali informasi dari petani terkait dengan hama tikus yang terjadi disekitar
sawah mereka. Serta mencari tahu tindakan-tindakan yang telah dilakukan dalam
hal menanggualngi hama tikus. Serta pendapat petani tentang keberadaan dan
manfaat baling-baling kayu yang dipasang menjelang musim padi berbuah di sawah
mereka.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Berdasarkan teknik pengambilan data
yang digunakan saat pengambilan data diperoleh gambaran hasil penelitian seperti
berikut.
4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal
Gambaran kondisi awal pada
penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap petani
mengenai gangguan hama yang terjadi terhadap tanaman padi mereka. Mereka
berpendapat bahwa tanaman padi mereka memang sering diganggu oleh tikus. Tikus
sangat sulit dibasmi, karena tikus sangat cerdik dan mampu bersembunyi
diterowongan rumah yang dibuatnya. Segala upaya telah dilakukan petani, mulai
dari membakar sarang-sarangnya sampai menaruh racun tikus di persawahan mereka,
tetapi tikus tetap ada dan selalu menggangu. Dalam penelitian ini juga
diperoleh informasi mengenai keberadaan baling-baling kayu yang jumlahnya hanya
satu dua dan diletakan di posisi tengah areal persawahan dan di tempat suci
(pura) para petani yang jaraknya cukup jauh. Para petani berpendapat bahwa
keberadaan baling-baling kayu tersebut hanya sebagai pelengkap upacara agama
dalam kaitan dengan uapacara adat saat tanaman padi akan mulai berbunga. Para
petani tidak mengetahui manfaat yang terkandung dibalik keberadaan
baling-baling kayu tersebut.
4.1.2 Deskripsi Data saat Menggunakan
Baling-baling Kayu
Pada
minggu pertama peneliti dengan dibantu oleh petani membuat baling-baling kayu
untuk dipasang diareal persawahan mereka seijin Pekaseh (kepala petani). Jumlah
baling-baling kayu yang dibuat ditentukan berdasarkan luas sawah yang dimiliki
petani, dimana setiap jarak 50 meter dari baling-baling pertama dipasang
baling-baling berikutnya. Dalam penelitian ini tidak seluruh areal persawahan
yang ada di Sareseda dipasangi baling-baling, melainkan hanya subak yang ada di
sebelah timur sungai. Jumlah baling-baling yang dibuat saat itu berjumlah
kurang lebih ada 36 buah baling-baling yang rata-rata dibuat oleh satu orang
petani dengan dibantu oleh peneliti saat pemasangannya.
Para
petani mampu membuat baling-baling kayu dengan baik dan baling-baling kayu
dapat berputar sesuai dengan harapan dan mengeluarkan suaran sepeti desisan
suara ular. Baling-baling yang dibuat petani dapat berputar tergantung arah angin.
Ketika angin datang dari Timur baling-baling dapat menghadap ke Timur, dan
ketika terjadi belokan arah angin baling-baling juga mengikuti belokan arah
angin. Ini terjadi karena baling-baling petani dilengkapi dengan pangontrol
atau layar penangkap angin.
Pengamatan
terhadap tanaman padi dilakukan setiap akhir minggu dengan luas areal persawahan yang diamati rata-rata 100 m2
untuk tanaman padi yang disekitarnya dipasangi baling-baling kayu. Pengamatan
juga dilakukan terhadap areal persawahan disebelah barat sungai yang tidak
dipasangi baling-baling kayu dengan luas areal yang sama. Pengamatan difokuskan
pada tingkat kerusakan tanaman padi pada areal yang dipasangi baling-baling
kayu dan pada areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu yang
disebabkan oleh tikus.
Data
hasil pengamatan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus terhadap
tanaman padi yang disekitarnya ada baling-baling kayu dan disekitarnya tidak
ada baling-baling kayu setiap 100 m2 adalah seperti tabel berikut.
Tabel 4.1 Tingkat kerusakan tanaman
padi setiap 100 m2 setiap akhir minggu
Minggu
|
Kreteria
Pengamatan
|
Dipasangi
baling-baling kayu
|
Tidak
dipasangi baling-baling kayu
|
Minggu
I
|
Jumlah
titik kerusakan
|
3
titik
|
3
titik
|
Jumlah
sisa-sisa gigitan kulit padi
|
3
titik
|
4
titik
|
|
Jumlah
lubang tikus
|
2
lubang dengan 2 ekor tikus
|
2
lubang dengan 2 ekor tikus
|
|
Minggu
II
|
Jumlah
titik kerusakan
|
2
titik
|
5
titik
|
Jumlah
sisa-sisa gigitan kulit padi
|
2
titik
|
5
titik
|
|
Jumlah
lubang tikus
|
2
lubang dengan 2 ekor tikus
|
2
lubang dengan 3 ekor tikus
|
|
Minggu
III
|
Jumlah
titik kerusakan
|
1
titik
|
6
titik
|
Jumlah
sisa-sisa gigitan kulit padi
|
1
titik
|
6
titik
|
|
Jumlah
lubang tikus
|
2
lubang dengan 1 ekor tikus
|
3
lubang dengan 4 ekor tikus
|
|
Minggu
IV
|
Jumlah
titik kerusakan
|
-
|
6
titik
|
Jumlah
sisa-sisa gigitan kulit padi
|
-
|
6
titik
|
|
Jumlah
lubang tikus
|
2
lubang tetapi tikusnya tidak ada
|
3
lubang dengan 5 ekor tikus
|
|
Rata-rata
dalam satu bulan
|
Jumlah
titik kerusakan
|
1,5
titik
|
5
titik
|
Jumlah
sisa-sisa gigitan kulit padi
|
1,5
titik
|
5
titik
|
|
Jumlah
lubang tikus
|
2
lubang dengan 1 ekor tikus
|
2,5
lubang dengan 3,25 ekor tikus
|
Dari table di atas dapat
dideskripsikan bahwa pada areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu dalam
kurun waktu emapt minggu pengamatan terjadi penurunan tingkat kerusakan.
Tingkat kerusakan tanaman padi menurun dari 3 titik menjadi 0 titik atau 100%.
Pada sisa gigitan tikus terjadi penurunan
dari 3 titik menjadi 0 titik atau 100%. Demikian juga pada kreteria jumlah
lubang dan jumlah tikus terjadi penurunan dari 2 menjadi 0 atau sekitar 100%,
dan jumlah tikus dalam lubang menurun dari 2 ekor menjadi 0 ekor atau sekitar 100%.
Sedangkan pada areal persawahan yang
tidak dipasangi baling-baling kayu terjadi peningkatan tingkat kerusakan,
peningkatan sisa gigitan tikus, dan peningkatan jumlah lubang tikus dan jumlah
tikus pada lubang tersebut. Dalam kurun waktu emapt minggu pengamatan terjadi peningkatan
kerusakan dari 3 titik menjadi 6 titik atau hamper 100%. Pada sisa gigitan
tikus terjadi peningkatan dari 4 titik
menjadi 6 titik atau sekitar 50%. Demikian juga pada kreteria jumlah lubang dan
tikus terjadi peningkatan dari 2 menjadi 3 atau sekitar 50%, dan jumlah tikus
dalam lubang meningkat dari 2 ekor menjadi 5 ekor atau sekitar 150%.
Selama satu bulam pengamatan pada
areal persawahan yang dipasngi baling-baling kayu diperoleh gambaran rata-rata
terjadi penurunan tingkat kerusakan dari 3 menjadi 1,5 atau sekitar 50%,
penurunan sisa gigitan tikus dari dari 3 menjadi 1,5, dan juga terjadi
penurunan jumlah tikus dari 2 menjadi 1 atau sekitar 50%. Sedangkan pada areal
persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu terjadi peningkatan jumlah
titik kerusakan tanaman padi dari 3 menjadi 5 atau sekitar 67%, peningkatan
jumlah titik siswa gigitan tikus dari 4 menjadi 5 atau sekitar 25%, dan terjadi
peningkatan jumlah tikus dari 2 menjadi 3, 25 atau sekitar 62,5%.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan
data yang telah disajikan dari minggu pertama sampai minggu ke empat pada areal
persawahan yang dipasangi baling-baling kayu diperoleh penurunan tingkat
kerusakan, sisa-sisa sepahan gigitan tikus, dan jumlah tikus hampir setiap
minggunya, hingga minggu terakhir tidak terjadi penambahan kerusakan tiap 100 m2
tanaman padi. Ini menunjukan bahwa tikus sudah mulai bereaksi setiap minggunya
akibat mendengar suara baling-baling kayu. Hal ini didukung oleh penyampaian
para petani yang areal perswahannya dipasangi baling-baling kayu. Meraka
mengatakan bahwa keruskan tanaman padi akibat gangguan tikus sudah mulai
berkurang.
Pada minggu pertama dan kedua tikus
merasa terganggu dan tidak dapat berkonsentrasi untuk merusak tanaman padi. Tikus
juga tidak dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Hal ini didukung oleh
data tingkat kerusakan areal tanaman
padi, sisa sepahan gigitan tikus, dan jumlah tikus pada areal tanaman padi yang
tidak dipasangi baling-baling kayu.
Pada minggu ketiga dan keempat tikus
mulai keluar dari sarangnya dan pergi meninggalkan sarangnya dengan berlari.
Tikus tidak berkonsentrasi untuk merusak tanaman padi, dan makan padi sehingga
tidak ditemukan adanya sepahan sisa gigitan. Tikus sudah bergerak meninggalkan
sarang dan pergi jauh dari areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu. Hal
ini didukung oleh data terjadinya
peningkatan jumlah kerusakan, jumlah sepahan sisa gigitan tikus, dan jumlah
sarang tikus beserta tikusnya pada areal tanaman padi yang tidak dipasangi
baling-baling kayu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedatangan tikus dari
areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Suara baling-baling kayu dapat dimnafaatkan untuk
mengusir tikus dari areal tanaman padi.
2. Baling-baling kayu sebaiknya dipasang disela-sela areal
persawahan dengan jarak maksimum 50
meter, agar frekuensi suara baling-baling kayu yang satu dengan yang lainnya
dapat saling memperkuat dan memehuhi areal persawahan.
3. Reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling kayu
dapat adalah tikus akan kehilangan konsentrasi dan tidak dapat berkomunikasi
dengan teman-temannya. Secara perlahan-lahan tikus akan meninggalkan areal
persawahan yang ada suara baling-baling kayunya untuk mencari areal yang lebih
aman dan nyaman.
5.2 Saran
- Bagi para petani, agar memanfaatkan baling-baling
kayu untuk mengusir hama tikus dari areal persawahan selain baiayanya murah
juga tidak membuat tikus kebal.
- Bagi
rekan-rekan siswa, agar dapat belajar menerapkan teknologi sederhana untuk
membantu masyarakat khususnya petani dalam mengusir hama tikus.
- Bagi
pemerintah, agar senatiasa memberikan penyuluhan kepada para petani agar
membatasi penggunaan zat-zat kimia dalam memberantas hama, melainkan lebih
menekankan pada penggunaan alat-alat mekanik sederhan seperti
baling-baling kayu.
Daftar Pustaka
Azahra. 2012.
Artikel. Alat Pengusir Hama dengan Suara. Bandung: IPB
Handayani Sri, Damari Ari.
2009. Fisika Kelas X. Jakarta : Pusat Perbukuan,
Departemen
Pendidikan Nasional
Gunadi Leo. 2010. Frekuensi Binatang yang Bisa Didengar Binatang.
http://allabout10.wordpress.com/2010/03/03/10-binatang-paling-berisik/
Zuliyanti, S
Ameilia. 2007. Hama-hama Tanaman Padi.
USU Repository.
Daftar
Lampiran
Gambar
siswa dan petani mempersiapkan alat dan bahan baling-baling
Gambar
siswa membuat baling-baling
Gambar
siswa mencoba baling-baling/sunari yang telah dibuat
Gambar
siswa bersama subak mengankat baling-baling ke areal persawahan
Gambar
siswa memasang baling-baling di areal persawahan
Gambar
baling-baling yang sudah terpasang di sawah
0 komentar:
Posting Komentar