Jumat, 25 Mei 2012

( KIR ) Manfaat Baling-Baling dan Sunari untuk Menanggulangi Hama


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Setiap daerah memiliki sumber daya yang dapat dikembangkan untuk kemajuan derah bersangkutan. Daerah Bali juga memiliki sumber daya yang dapat dikembangkan, diantaranya yang terkenal adalah sumberdaya dibidang pariwisata. Disamping  sumber daya dibidang pariwisata Bali memiliki sumber daya lain yang mendukung seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan industri kerajinan. Semua sumber daya yang dimiliki akan dapat dikembangkan jika dikelola secara baik dan benar oleh sumber daya manusia yang memadai. Belakangan ini masyarakat Bali lebih banyak berkecimpung dalam dunia industri dan pariwisata, hal ini disebabkan oleh karena kedua sektor ini dapat menjanjikan hasil yang lebih dibandingkan bekerja disektor lain apa lagi bekerja di sektor pertanian.
Bekerja pada sektor pertanian saat ini memang kurang diminati oleh masyarakat, baik oleh orang-orang tua maupun oleh generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari keinginan para orang tua untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dengan mengambil jurusan diluar pertanian atau pun peternakan. Mereka lebih memilihkan anak-anaknya untuk mencari jurursan pariwisata, kesehatan, ekonomi, dan yang lainnya yang berhubungan dengan pemerintahan. Para orang tua menginginkan anak-anaknya nanti menjadi seorang dokter, polisi, perawat, bidan, hakim, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan pertanian. Inilah beberapa bukti yang menggambarkan bahwa pekerjaan di bidang pertanian kurang diminati oleh masayarakat.
Kurang berkembangnya sektor pertanian di Bali, disamping disebabkan oleh keinginan masyarakat untuk memilih sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya lahan pertanian, sumber daya petani, subsidi untuk petani, bencana alam, dan yang paling krusial adalah gangguan gulma dan hama. Faktor lahan pertanian yang semakin hari semakin menyempit menyebabkan para petani tidak maksimal untuk bekrja di sawah, apa lagi kalau sawah yang mereka garap bukan milik sendiri. Sehingga muncul keinginan untuk mencari penghasilan tambahan bekerja pada sektor yang lain, misalnya sebagai buruh bangunan, atau sebagai buruh di pasar. Menyempitnya lahan pertanian juga disebabkan oleh berkembangnya jumlah penduduk sehingga lahan pertanian digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat usaha.
Sumber daya petani juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan sektor pertanian tidak tumbuh dan berkembang. Kemampuan petani untuk mengelola lahan yang masih tradisonal akan menyebabkan pengolahan lahan tidak efektif dan efesien. Demikian juga kemampuan petani dalam mengkaitkan sektor pertania dengan sektro lain seperti perkebunan, industri, dan pariwisata masih sangat terbatas. Para petani hanya bertahan pada satu jenis tanaman saja misalnya padi. Petani enggan untuk menanm tanaman lain selain padi, walau pun dapat meningkatkan pendapatan mereka. Alasannya mereka tidak mau sibuk dan belajar untuk mengelola tanaman lain yang akan menyebabkan mereka mengalami kerugian.
Subsidi dari pemerintah untuk petani dalam bentuk pupuk atau pun obat-obatan untuk pertanian saat ini dirasa masih kurang oleh para petani dibandingkan subsidi pemerintah terhadap sektor-sektor lainnya, misalnya subsidi bahan bakar mentah (BBM), atau pun subsidi dalam bidang pendidikan. Disamping subsidi yang kurang, juga masalah bencana alam menyebabkan orang enggan untuk bertani. Para petani menginginkan jika lahan pertanian mereka kena bencana alam misalnya banjir agar pemerintah memberikan ganti rugi, tetapi sampai saat ini pemerintah tidak bisa memperhitungkan besar subsidi tersebut.
Faktor hama dan gulma merupakan factor yang paling berpengaruh dalam keberhasilan pertanian. Petani sering mengeluh dan cepat prustasi jika tanaman pertanian mereka diserang oleh gulma maupun oleh hama.  Obat-obatan dalam bentuk zat kimia yang dikemas dalam fungisida dan pestisida seolah-olah berpacu dengan hama dan gulma. Sebuah fungisida pada musim tanam tahun lalu mampu digunakan untuk membasmi fungi, tetapi pada musim tanam berikutnya gulma pengganggu tanaman pertanian sudah tidak mempan lagi dengan dosis seperti yang tertera pada kemasan. Demikian juga halnya dengan pestisida, pada musim tanam tahun lalu salah satu jenis hama dapat dibasmi dengan pestisida tertentu dengan dosis seperti yang tertulis pada kemasan, tetapi pada tahun berikutnya hama sudah kebal dengan dosis yang tertera pada kemasan, sehingga petani harus menambah- menambah dan terus menambah dosis pemakaian obat-obatan zat kimia untuk membasmi hama. Dengan naiknya volume dosis obat yang digunakan secara langsung akan berpengaruh terhadap harga obat-obatan yang harus dibiayai oleh petani. Belum lagi hasil pertanian yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya obat, apalagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah factor yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tidak lagi diminati oleh masyarakat.
Pemakaian obat-obatan untuk menanggulangi gulma dan hama sebenarnya tidak perlu dilakukan secara berlebihan, jika dilakukan pemutusan gangguan hama secara terpadu. Secara fisika pemutusan gangguan hama dapat dilakukan dengan mengganggu komunikasi antar hama. Pemutusan gangguan hama tersebut dapat dilakukan dengan memasang baling-baling kayu dan sunari diareal persawahan ketika tanaman padi mulai berbunga. Suara baling-baling yang ditiup angin mirip seperti suara ular, sehingga akan menyebabkan tikus ketakutan untuk dekat dengan tanaman padi yang disekitarnya ada suara baling-baling. Demikian juga suara sunari yang ditiup angin kencang mirip seperti suara lebah yang jumlahnya beribu-ribu ini akan membuat belalang dan burung takut untuk mendekati tanaman padi yang disekitarnya ada baling-baling. Dipasaran memang sudah diperjual belikan alat elektronik untuk mengusir tikus, akan tetapi alat tersebut tidak efektif untuk digunakan diareal pertanian karena harus menghubungkan dengan sumber arus listrik. Alat tersebut juga tidak tahan jika terkena air sehingga akan mudah rusak.
Bertolak dari uraian di atas, terutama dalam hal menanggulangi hama dengan menggunakan teknik suara maka melalui penelitian ini diupayakan pemecahannya dengan penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan Suara Baling-Baling Kayu untuk Mengusir Tikus”.







1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan seperti berikut.
  1. Apakah suara baling-baling kayu dapat dimanfaatkan untuk  mengusir tikus?
  2. Bagaimanakah cara pemasangan baling-baling kayu agar tikus tidak berani mendekati tanaman padi?
  3. Bagaimanakah reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling kayu?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah seperti berikut.
  1. Untuk dapat memanfaatkan suara baling-baling kayu untuk mengusir tikus.
  2. Untuk mengetahui cara pemasangan baling-baling agar tikus tidak berani mendekati tanaman padi.
  3. Untuk mengetahui reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling.

1.4 Manfaat Penelitian
            Secara umum hasil dari penelitian ini  diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan dan informasi dalam upaya menanggulangi hama tikus. Secara praktis manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
  1. Manfaat bagi para petani, adalah para petani dapat memanfaatkan baling-baling kayu untuk mengusir hama tikus dari areal persawahan.
  2. Manfaat bagi siswa, adalah para siswa dapat belajar menerapkan teknologi sederhana untuk membantu masyarakat khususnya petani dalam mengusir hama tikus.
  3. Manfaat bagi pemerintah, adalah agar pemerintah senatiasa memberikan penyuluhan kepada para petani agar membatasi penggunaan zat-zat kimia dalam memberantas hama, melainkan lebih menekankan pada penggunaan alat-alat mekanik sederhan seperti baling-baling kayu.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Tanaman
            Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Hama dan penyakit tanaman sangat beragam, di samping faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan musim) yang sangat memepengaruhi terhadap produksi pertanian (Zuliyanti, 2007).  Contohnya adalah  organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria.
Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang disebut  hama  karena dianggap mengganggu kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pengendalian hama berumur setidaknya sama dengan pertanian, lantaran petani perlu mempertahankan tanamannya dari serangan hama. Untuk memaksimalkan hasil produksi, tanaman perlu dilindungi dari tanaman dan hewan pengganggu.  (www.wikipedia.com)

2.2 Pemangsa dan Predator
            Secara harfiah, predator dapat dikatakan sebagai pemangsa. Namun, dalam hubungannya dengan jaring-jaring makanan predator merupakan konsumen tingkat-2 sampai tingkat selanjutnya yang memangsa tingkat yang lebih kecil. Jadi, predator dapat dikatakan sebagai binatang atau organisme yang memakan binatang atau organisme lainnya untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara berulang-ulang.
Keberadaan predator dalam suatu ekosistem mutlak dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan lingkungan yang ada.  Penggunaan pestisida yang berlebihan, berspektrum luas dan tidak selektif disertai tehnik budidaya yang kurang baik akan berdampak pada ketidakseimbangan ekosistem, karena tidak hanya hama saja melainkan semua pemangsanya pun turut musnah. Dan bila terjadi ledakan populasi hama yang baru, jumlah predator yang ada tidak mencukupi sehingga pengendalian biologis tidak akan efektif (www.tanindo.com).

2.3 Gelombang Suara
Suara adalah  fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda atau  getaran suatu benda yang berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu terhadap waktu. Suara dihasilkan oleh getaran suatu benda. Selama bergetar, perbedaan tekanan terjadi di udara sekitarnya. Pola osilasi yang terjadi dinamakan sebagai “gelombang”. (http://lecturer.ukdw.ac.id/)
Suara berkaitan erat dengan: frekuensi, banyaknya periode dalam 1 detik, satuan : Hertz (Hz) atau cycles per second (cps), panjang gelombang suara (wavelength) dirumuskan = c/f, dimana c = kecepatan rambat bunyi, f = frekuensi. Amplitudo, keras lemahnya bunyi atau tinggi rendahnya gelombang, satuan amplitudo adalah decibel (db). Velocity, kecepatan perambatan gelombang bunyi sampai ke telinga pendengar, satuan yang digunakan : m/s. (http://lecturer.ukdw.ac.id/)
Frekuensi suara yang bisa didengar oleh binatang sebenarnya adalah bermacam-macam tergantung dari jenis binatang itu sendiri. Ada yang mendekati dengan batas frekuensi yang bisa didengar oleh manusia dan ada juga yang jauh diatas frekuensi pendengaran manusia. Berdasarkan range frekuensi, gelombang suara dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
  1. Infrasonic (1 Hz sd 20 Hz)
  2. Acoustic (20 Hz sd 20.000 Hz)
  3. Ultrasonic ( > 20.000 H)
(Sri Handayani. 2009:190)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBZY_nzj-2YDBqnj5wP5gN3bAcDsTZcc-yK6sV1YPvliy-SpYM6SrsgHhOIgoI8SHzdJd6ASKos12W92ZSM0yRS7aMuuFsMcYmv2exa6jmberO8qKacGtDV69Pw01N0Dyv1N-EC0a-3ied/s320/gambar+freq+binatang.JPG
(Gambar 2.1: Rentang Frekuensi)
Berikut beberapa contoh hewan dengan batas frekuensi yang bisa didengarnya :

1.    Frekuensi Yang Bisa Didengar Kelelawar
Kelelawar merupakan hewan yang bisa terbang dalam kegelapan. Mereka tidak menggunakan mata untuk melihat dalam gelap melainkan dengan menggunakan suara dengan frekuensi tinggi atau yang lebih dikenal sebagai gelombang ultrasonic. Ketika terbang kelelawar memancarkan gelombang ultrasonic yang kemudian gelombang tersebut akan diterima kembali oleh kelelawar setelah dipantulkan kembali oleh benda atau dinding yang berada dihadapannya. Dengan merasakan lamanya jeda waktu antara pengiriman gelombang dengan penerimaan maka kelelawar dapat menentukan seberapa jauh jarak tubuhnya dengan benda tersebut, itu sebabnya mereka tidak akan menabrak dinding atau benda dihadapan mereka walaupun dalam keadaan gelap sekalipun. Teori ini sekarang sudah dimanfaatkan oleh manusia untuk mengukur jarak suatu benda, seperti pada pengukuran jarak kedalaman laut dan pendeteksi dinding penghalang pada aplikasi robot. Batas frekuensi yang bisa didengar oleh kelelawar adalah 3.000 HZ sd 120.000 Hz, dimana frekuensi ini jauh diatas frekuensi suara yang bisa didengar oleh manusia yakni 20 Hz sd 20.000 Hz.

2. Frekuensi Yang Bisa Didengar Kucing
Kucing merupakan binatang karnivora yang sering dijadikan sebagai binatang peliharaan. Binatang yang satu ini juga bisa mendengar suara dengan frekuensi diatas pendengaran manusia yaitu 100 Hz sd 60.000 Hz.

3. Frekuensi Yang Bisa Didengar Gajah
Gajah merupakan binatang herbivora yang berutubuh besar dan bisa mendengarkan suara dengan frekuensi infrasonic atau suara dengan frekuensi dibawah frekuensi pendengaran manusia. Batas frekuensi yang bisa didengar oleh gajah adalah 1 Hz sd 20.000 Hz.



4. Frekuensi Yang Bisa Didengar Tikus
Tikus merupakan salah satu binatang yang banyak merugikan dibandingkan menguntungkan manusia. Hewan ini disimbolkan untuk para koruptor yang kerjaannya suka mencuri hak orang lain. Batas frekuensi yang bisa didengar oleh tikus adalah 1.000 Hz sd 100.000 Hz. Dengan memanfaatkan gelombang ultrasonic kita dapat mengusir binatang ini dari rumah kita.

5. Frekuensi Yang Bisa Didengar Anjing
Anjing merupakan binatang yang sering digunakan sebagai penjaga keamanan dan sebagai pelacak jejak karena mempunyai penciuman yang sangat tajam. Hewan ini juga bisa mendengarkan suara dengan frekuensi di atas frekuensi pendengaran manusia. Anjing bisa mendengar suara dengan frekuensi hingga 40.000 Hz.

6. Frekuensi Yang Bisa Didengar Lumba-lumba
Lumba-lumba merupakan binatang yang banyak disenangi kebanyakan orang dikarenakan mereka sangat pintar dan bisa bersahabat dengan manusia dibanding dengan binatang air lainnya. Lumba-lumba bisa mendengar suara dengan frekuensi hingga 100.000 Hz, dan mereka menggunakan gelombang ultrasonic sebagai media komunikasi antara satu dengan lainnya.

7. Frekuensi Yang Bisa Didengar Belalang
Binatang satu ini merupakan biantang yang sering saya kejar-kejar di sawah pada waktu saya masih anak-anak. Karena memang waktu kecil saya banyak menghabiskan keseharian saya dengan aktivitas alam. Binatang ini juga ternyata bisa mendengarkan suara dengan frekuensi diatas frekuensi pendengaran manusia yaitu hingga 50.000 Hz.

2.4 Baling-Baling Kayu
Baling-baling kayu  adalah permainan tradisional yang sekarang masih dapat kita temui di kampung kampung. Ciri khas baling-baling  ini adalah menggunakan bahan-bahan yang di dapat dari alam sekitar, seperti bambu atau kayu. Dilihat dari bentuknya baling-baling ini berbentuk "T". bagian horisontalnya akan berputa jika tertiup angin dan bisa mengeluarkan suara seperti degungan ribuan tawon kalau angin cukup besar. Semakin kencang anginya, semakin kencang pula putaran dan suara yang dihasilkan baling-baling. "Ada kepuasan batin, jika baling-baling kita berputar dengan cepat dan menghasilkan suara yang cukup keras".
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5vCrK2c8ctIrUgLO1qT19sd_V3IglUbZEGYHgGaMB_AbSoprJ7egaaVqBh6rT9t7Nf_r6pPDORM_LgZJRwFmbIvms-1zjU_6oGY9aZU7h026ayR6LId5Lq5JdnF1vwNmFFUOkBjgZ21g/s200/kolecer_low.jpg (Gambar 2.2: Baling-baling kayu)
Dibalik suara baling-baling yang keras dan dapat memuaskan batin tersebut, ada tersembunyi suatu manfaat yang sangat besar bagi petani. Baling-baling yang berputar karena tiupan angin akan menghasilkan suara seperti suara desisan ular. Seperti yang telah kita ketahui bersama dalam rantai makanan bahwa padi dimakan oleh tikus, kemudian tikus dimakan oleh ular. Berinjak dari hal tersebut kita sudah dapat memprediksi bahwa tikus akan ketakutan jika melihat ular, dan tikus akan lari tunggang langgang jika mendengar suar desisan ular.
Suara desisan yang dikeluarkan oleh baling-baling ketika ditiup angin kalau dilihat dari ukuran frekuensinya memiliki frekuensi 1.000 Hz sd 100.000 Hz. Ukuran frekuensi ini sama dengan ukuran frekuensi bunyi yang bisa didengar oleh tikus. Tikus akan mendengar desisan suara baling-baling jika tertiup angin, dan suara desisan baling-baling tidak akan terdengar jika tidak tertiup angin. Kejadian seperti ini akan memperkuat dugaan tikus bahwa itu memang suara ular, karena suara tersebut tidak didengar secara terus-menerus melainkan hanya sewaktu-waktu ibaratkan seperti ular yang tidak terus menerus lewat ditempat tersebut sambil mengeluarkan suara. Suara baling-baling ini akan lebih efektif digunakan untuk mengusir tikus jika didukung oleh petani dengan tidak membunuh ular sawah, bahkan bila perlu petani harus menjaga kelangsungan hidup ular sawah.
Kelebihan baling-baling kayu dibandingkan alat elektronik maupun racun tikus yang diperjual belikan dipasaran adalah sebagai berikut.
  1. Harganya murah, karena bahan-bahannya didapat dari alam sekitar dan tidak berbahaya bagi siapa pun.
  2. Praktis, ringan dan sangat portable, mudah dan aman ditaruh disawah.
  3. Hemat energi, karena yang digunakan menggerakan baling-baling adalah energi angin.
  4. healthy atau sangat sehat, karena tikus tidak mati di persawahan atau busuk, tetapi justru tikus menjauh/pergi dari sawah dan tidak berani kembali lagi. Coba anda bandingkan dengan racun tikus yang sangat berbahaya dan tikus yg terkena racun bisa mati dimana saja bahkan sering membusuk, di tempat yang sulit di jangkau, yang akhirnya menjadi sarang penyakit.
  5. Tidak memustus rantai makanan jika dibandingkan dengan membasmi tikus dengan menggunakan racun tikus.
  6. Baling-baling kayu tidak mengeluarkan suara secara terus menerus seperti alat elektronik pengusir tikus, hal ini tidak akan menyebabkan tikus menjadi kebal dari suara suara baling-baling.
Cara penggunaan baling-baling kayu.
1.    Letakan baling-baling kayu di punduk-punduk diantara tanaman padi.
2.    Atur jarak baling-baling kayu yang satu dengan yang lainnya hingga berjarak antara 50 meter sampai dengan 60 meter.
3.    Gunakan baling-baling kayu ketika tanaman padi sudah mulai berbunga.
4.    Hentikan penggunaan baling-baling kayu ketika sudah memasuki musim panen.









BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
            Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran pemanfaatan baling-baling kayu untuk mengusir tikus. Penelitian ini direncanakan dalam waktu empat minggu. Dalam penelitian ini dibuatkan kontrol, yaitu areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian 
Penelitian ini dilaksanakan di areal persawahan subak Desa Saraseda Tampaksiring, yang lokasinya dekat dengan SMA Negeri 1 Tampaksiring. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah baling-baling kayu, dan objek dari penelitian ini adalah tikus yang menjadi hama di persawahan.

3.3    Teknik Pengambilan Data
Teknik yang dipakai dalam pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik eksperimen, observasi, dan wawancara.

3.3.1  Teknik Eksperimen
            Kegiatan eksperimen dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dalam membuat baling-baling kayu dan memasang baling-baling tersebut dipersawahan milik petani. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati kondisi baling-baling kayu setelah ditiup angin, serta mendengarkan suara yang dihasilkan oleh baling-baling kayu tersebut.

3.3.2 Teknik Observasi
Teknik observasi dalam penelitian ini adalah kegiatan mengamati tingkat kerusakan tanaman padi yang disebabkan oleh tikus sebelum dipasang baling-baling kayu dan setelah di pasang baling-baling kayu. Selain mengamati tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus juga mengamati sisa-sisa kulit padi bekas gigitan tikus. Kegiatan observasi juga dilakukan pada tanaman padi yang tidak dipasangi baling-baling kayu yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari areal tanaman padi yang dipasangi baling-baling kayu.

3.3.2  Teknik Wawancara
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah kegiatan menggali informasi dari petani terkait dengan hama tikus yang terjadi disekitar sawah mereka. Serta mencari tahu tindakan-tindakan yang telah dilakukan dalam hal menanggualngi hama tikus. Serta pendapat petani tentang keberadaan dan manfaat baling-baling kayu yang dipasang menjelang musim padi berbuah di sawah mereka.
























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
            Berdasarkan teknik pengambilan data yang digunakan saat pengambilan data diperoleh gambaran hasil penelitian seperti berikut.

4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal
Gambaran kondisi awal pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap petani mengenai gangguan hama yang terjadi terhadap tanaman padi mereka. Mereka berpendapat bahwa tanaman padi mereka memang sering diganggu oleh tikus. Tikus sangat sulit dibasmi, karena tikus sangat cerdik dan mampu bersembunyi diterowongan rumah yang dibuatnya. Segala upaya telah dilakukan petani, mulai dari membakar sarang-sarangnya sampai menaruh racun tikus di persawahan mereka, tetapi tikus tetap ada dan selalu menggangu. Dalam penelitian ini juga diperoleh informasi mengenai keberadaan baling-baling kayu yang jumlahnya hanya satu dua dan diletakan di posisi tengah areal persawahan dan di tempat suci (pura) para petani yang jaraknya cukup jauh. Para petani berpendapat bahwa keberadaan baling-baling kayu tersebut hanya sebagai pelengkap upacara agama dalam kaitan dengan uapacara adat saat tanaman padi akan mulai berbunga. Para petani tidak mengetahui manfaat yang terkandung dibalik keberadaan baling-baling kayu tersebut.

4.1.2 Deskripsi Data saat Menggunakan Baling-baling Kayu
            Pada minggu pertama peneliti dengan dibantu oleh petani membuat baling-baling kayu untuk dipasang diareal persawahan mereka seijin Pekaseh (kepala petani). Jumlah baling-baling kayu yang dibuat ditentukan berdasarkan luas sawah yang dimiliki petani, dimana setiap jarak 50 meter dari baling-baling pertama dipasang baling-baling berikutnya. Dalam penelitian ini tidak seluruh areal persawahan yang ada di Sareseda dipasangi baling-baling, melainkan hanya subak yang ada di sebelah timur sungai. Jumlah baling-baling yang dibuat saat itu berjumlah kurang lebih ada 36 buah baling-baling yang rata-rata dibuat oleh satu orang petani dengan dibantu oleh peneliti saat pemasangannya.
            Para petani mampu membuat baling-baling kayu dengan baik dan baling-baling kayu dapat berputar sesuai dengan harapan dan mengeluarkan suaran sepeti desisan suara ular. Baling-baling yang dibuat petani dapat berputar tergantung arah angin. Ketika angin datang dari Timur baling-baling dapat menghadap ke Timur, dan ketika terjadi belokan arah angin baling-baling juga mengikuti belokan arah angin. Ini terjadi karena baling-baling petani dilengkapi dengan pangontrol atau layar penangkap angin.
            Pengamatan terhadap tanaman padi dilakukan setiap akhir minggu dengan luas  areal persawahan yang diamati rata-rata 100 m2 untuk tanaman padi yang disekitarnya dipasangi baling-baling kayu. Pengamatan juga dilakukan terhadap areal persawahan disebelah barat sungai yang tidak dipasangi baling-baling kayu dengan luas areal yang sama. Pengamatan difokuskan pada tingkat kerusakan tanaman padi pada areal yang dipasangi baling-baling kayu dan pada areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu yang disebabkan oleh tikus.
            Data hasil pengamatan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus terhadap tanaman padi yang disekitarnya ada baling-baling kayu dan disekitarnya tidak ada baling-baling kayu setiap 100 m2 adalah seperti tabel berikut.













Tabel 4.1 Tingkat kerusakan tanaman padi setiap 100 m2 setiap akhir minggu
Minggu
Kreteria Pengamatan
Dipasangi baling-baling kayu
Tidak dipasangi baling-baling kayu
Minggu I
Jumlah titik kerusakan
3 titik
3 titik

Jumlah sisa-sisa gigitan kulit padi
3 titik
4 titik

Jumlah lubang tikus
2 lubang dengan 2 ekor tikus
2 lubang dengan 2 ekor tikus




Minggu II
Jumlah titik kerusakan
2 titik
5 titik

Jumlah sisa-sisa gigitan kulit padi
2 titik
5 titik

Jumlah lubang tikus
2 lubang dengan 2 ekor tikus
2 lubang dengan 3 ekor tikus




Minggu III
Jumlah titik kerusakan
1 titik
6 titik

Jumlah sisa-sisa gigitan kulit padi
1 titik
6 titik

Jumlah lubang tikus
2 lubang dengan 1 ekor tikus
3 lubang dengan 4 ekor tikus




Minggu IV
Jumlah titik kerusakan
-
6 titik

Jumlah sisa-sisa gigitan kulit padi
-
6 titik

Jumlah lubang tikus
2 lubang tetapi tikusnya tidak ada
3 lubang dengan 5 ekor tikus




Rata-rata dalam satu bulan
Jumlah titik kerusakan
1,5 titik
5 titik

Jumlah sisa-sisa gigitan kulit padi
1,5 titik
5 titik

Jumlah lubang tikus
2 lubang dengan 1 ekor tikus
2,5 lubang dengan 3,25 ekor tikus

Dari table di atas dapat dideskripsikan bahwa pada areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu dalam kurun waktu emapt minggu pengamatan terjadi penurunan tingkat kerusakan. Tingkat kerusakan tanaman padi menurun dari 3 titik menjadi 0 titik atau 100%. Pada sisa gigitan tikus terjadi  penurunan dari 3 titik menjadi 0 titik atau 100%. Demikian juga pada kreteria jumlah lubang dan jumlah tikus terjadi penurunan dari 2 menjadi 0 atau sekitar 100%, dan jumlah tikus dalam lubang menurun dari 2 ekor menjadi 0 ekor atau sekitar 100%.
Sedangkan pada areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu terjadi peningkatan tingkat kerusakan, peningkatan sisa gigitan tikus, dan peningkatan jumlah lubang tikus dan jumlah tikus pada lubang tersebut. Dalam kurun waktu emapt minggu pengamatan terjadi peningkatan kerusakan dari 3 titik menjadi 6 titik atau hamper 100%. Pada sisa gigitan tikus terjadi  peningkatan dari 4 titik menjadi 6 titik atau sekitar 50%. Demikian juga pada kreteria jumlah lubang dan tikus terjadi peningkatan dari 2 menjadi 3 atau sekitar 50%, dan jumlah tikus dalam lubang meningkat dari 2 ekor menjadi 5 ekor atau sekitar 150%.
Selama satu bulam pengamatan pada areal persawahan yang dipasngi baling-baling kayu diperoleh gambaran rata-rata terjadi penurunan tingkat kerusakan dari 3 menjadi 1,5 atau sekitar 50%, penurunan sisa gigitan tikus dari dari 3 menjadi 1,5, dan juga terjadi penurunan jumlah tikus dari 2 menjadi 1 atau sekitar 50%. Sedangkan pada areal persawahan yang tidak dipasangi baling-baling kayu terjadi peningkatan jumlah titik kerusakan tanaman padi dari 3 menjadi 5 atau sekitar 67%, peningkatan jumlah titik siswa gigitan tikus dari 4 menjadi 5 atau sekitar 25%, dan terjadi peningkatan jumlah tikus dari 2 menjadi 3, 25 atau sekitar 62,5%.

4.2 Pembahasan
            Berdasarkan data yang telah disajikan dari minggu pertama sampai minggu ke empat pada areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu diperoleh penurunan tingkat kerusakan, sisa-sisa sepahan gigitan tikus, dan jumlah tikus hampir setiap minggunya, hingga minggu terakhir tidak terjadi penambahan kerusakan tiap 100 m2 tanaman padi. Ini menunjukan bahwa tikus sudah mulai bereaksi setiap minggunya akibat mendengar suara baling-baling kayu. Hal ini didukung oleh penyampaian para petani yang areal perswahannya dipasangi baling-baling kayu. Meraka mengatakan bahwa keruskan tanaman padi akibat gangguan tikus sudah mulai berkurang.
Pada minggu pertama dan kedua tikus merasa terganggu dan tidak dapat berkonsentrasi untuk merusak tanaman padi. Tikus juga tidak dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Hal ini didukung oleh data  tingkat kerusakan areal tanaman padi, sisa sepahan gigitan tikus, dan jumlah tikus pada areal tanaman padi yang tidak dipasangi baling-baling kayu.
Pada minggu ketiga dan keempat tikus mulai keluar dari sarangnya dan pergi meninggalkan sarangnya dengan berlari. Tikus tidak berkonsentrasi untuk merusak tanaman padi, dan makan padi sehingga tidak ditemukan adanya sepahan sisa gigitan. Tikus sudah bergerak meninggalkan sarang dan pergi jauh dari areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu. Hal ini didukung oleh data  terjadinya peningkatan jumlah kerusakan, jumlah sepahan sisa gigitan tikus, dan jumlah sarang tikus beserta tikusnya pada areal tanaman padi yang tidak dipasangi baling-baling kayu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedatangan tikus dari areal persawahan yang dipasangi baling-baling kayu.



















BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.    Suara baling-baling kayu dapat dimnafaatkan untuk mengusir tikus dari areal tanaman padi.
2.    Baling-baling kayu sebaiknya dipasang disela-sela areal persawahan dengan jarak maksimum  50 meter, agar frekuensi suara baling-baling kayu yang satu dengan yang lainnya dapat saling memperkuat dan memehuhi areal persawahan.
3.    Reaksi tikus setelah mendengar suara baling-baling kayu dapat adalah tikus akan kehilangan konsentrasi dan tidak dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Secara perlahan-lahan tikus akan meninggalkan areal persawahan yang ada suara baling-baling kayunya untuk mencari areal yang lebih aman dan nyaman.

5.2 Saran
  1. Bagi para petani, agar memanfaatkan baling-baling kayu untuk mengusir hama tikus dari areal persawahan selain baiayanya murah juga tidak membuat tikus kebal.
  2. Bagi rekan-rekan siswa, agar dapat belajar menerapkan teknologi sederhana untuk membantu masyarakat khususnya petani dalam mengusir hama tikus.
  3. Bagi pemerintah, agar senatiasa memberikan penyuluhan kepada para petani agar membatasi penggunaan zat-zat kimia dalam memberantas hama, melainkan lebih menekankan pada penggunaan alat-alat mekanik sederhan seperti baling-baling kayu.





Daftar Pustaka

Azahra. 2012. Artikel. Alat Pengusir Hama dengan Suara. Bandung: IPB

Handayani Sri, Damari Ari. 2009. Fisika Kelas X. Jakarta : Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional

Gunadi Leo. 2010. Frekuensi Binatang yang Bisa Didengar Binatang.
http://allabout10.wordpress.com/2010/03/03/10-binatang-paling-berisik/

______________, 2009, Pemangsa dan Predator, (www.tanindo.com).

Zuliyanti, S Ameilia. 2007. Hama-hama Tanaman Padi. USU Repository.


































Daftar Lampiran


Gambar siswa dan petani mempersiapkan alat dan bahan baling-baling



Gambar siswa membuat baling-baling



Gambar siswa mencoba baling-baling/sunari yang telah dibuat




Gambar siswa bersama subak mengankat baling-baling ke areal persawahan


Gambar siswa memasang baling-baling di areal persawahan


Gambar baling-baling yang sudah terpasang di sawah


0 komentar:

Posting Komentar